10/10/08

BEI TUTUP

Akhirnya tv kita braeking news duluan (maklum kalo di media, dulu-duluan itu masalah gengsi) BEI suspend, 10 menit kita seneng karena dapet berita, tapi kemudian rapat segera dimulai…dan hasilnya efisiensi!, tampaknya selain berita yang cepet imbas berita disini pun cepet direspon, maklum kalau familinya suspend, ya cucu-cucu, cicit-cicit sampe ceceretnya jadi kecipratan.

Buat buruh kayak kita yang penghasilnya tetap, kondisi makro ini sangat berpengaruh, maklum kalau harga-harga naik sedikit, budget kita bakal banyak terkuras. Makanya saya jadi was-was liat berita, padahal saya udah enek sama berita, bahkan berita mutilasi atau foto jorok yang belum diblur pun udah nggak berpengaruh apa-apa sebelumnya.

Para petinggi bingung sama pasar yang mereka bilang irasional (dengan macem-macem dasar justifikasi!), padahal pasar itu siapa sih?. Presiden nyuruh agar tidak mencari keuntungan disaat krisis, bukannya itu yang nggak rasional? Kok pasar diminta kayak gitu, apa dia nggak tau kita ini mahluk ekonomi?!!

Jadi emosi juga nih, liat presidennya kayak gitu. Sekarang ini kan momentnya deket sama politik global dan lokal, coba dilihat secara integral, banyak pemain yang semuanya punya kepentingan terhadap momen tersebut, maka jangan bingung kalau pasar tampak tidak irasional jika berdasarkan indikator biasa. Kalau aja ada pemimpin yang cakap, hal-hal kayak gitu nggak perlu sampe gonjang-ganjing ke lantai bursa, buat dong kebijakan kultural yang disukai pasar, dan beresiko kecil terhadap masyarakat.

Pemerintahnya harus bermain cantik dong! Atau masyarakat akan mengutuk para pemodal, yang hasilnya kerusuhan dan penjarahan. Ah mungkin itu juga strategi politik SBY untuk pemilu 2009, mengadu domba pasar dan masyarakat.

Related Posts by Categories



1 komentar:

  1. Yun, biasa aja tuh. Krisis ini cuma soal Pasar Uang; logika kaum monetarist agar dianggap pahlawan. Banyak sektor riil yang ngga terpengaruh, kok. Angka-angka itu sedang bertarung untuk angka juga. Padahal, ekonomi ngga cuma soal angka. Baca 'Kematian Ilmu Ekonomi'. Makanya SBY dan Wiranto bertarung soal angka. Angka tak merepresentasikan keadaan sesungguhnya. Jadi harus diimbangi dengan angka.

    Kalau menurutku, sih. Media kita tengah belajar mengedukasi publik soal kebersamaan di depan krisis, yang sayangnya Amerika banget. Berasa di zaman Robber Baron tahun 1930.

    BalasHapus