26/10/08

Morning Absent


Dulu waktu kuliah sering saya mencoba bertemu dengan rektor, bermacam-macam urusan ingin saya sampaikan pada beliau. Mulai dari komplain kebijakan, wawancara media kampus sampai pengajuan proposal, untuk urusan yang terakhir ini sekretaris rektor sampai kenal baik dengan kebiasaan saya. Kebiasaan bertanya apakah bapak ada? Walaupun jelas terpampang Rektor Sedang tidak berada diruangan!.Tidak hadirnya seseorang ditempat semestinya memang menjengkelkan, tapi haruskah dianggap wajar untuk jaman sekarang ini?.



Jaman sekarang jarak dan waktu tempuh dapat dipercepat. Sekarang orang dapat bolak – balik Jakarta – Bandung dalam sehari yang dulu harus menempuh waktu 4 jam sekali jalan. Jaman dapat memangkas waktu dan jarak sedemikian rupa. Spinter dunia terus memperbaiki rekor olimpiade, 100 meter hanya butuh waktu 9 detik, masa depan mungkin lebih cepat. Konsekuensi alam menuntut kecepatan dan kehadiran. Apakah kata absen masih dapat dianggap wajar saat ini?

Balik lagi kejaman saya waktu kuliah, salah satu kebijakan yang kami tolak adalah presensi/kehadiran 80%. Sebagai mahasiswa, saya merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. Kebijakan yang selain tidak peka jaman, juga benar-benar mundur 50 tahun kebelakang. Mahasiswa jaman dulu memang pergi kuliah untuk duduk dikampus tok, karena perhitungan perjalanan dll hanya cukup untuk melakukan hal itu.

Mahasiswa sekarang dengan perhitungan jarak tempuh yang semakin dekat, memungkin daftar aktivitasnya dapat bertambah panjang. Loh kok rektor tidak boleh absen sementara mahasiswa menuntut absen? (sabar….). Rektor sebagai pelayan publik, dituntut hadir melayani (tidak mesti dalam ruangan) banyak media pelayanan yang memungkinkan interaksi. Kenapa masih menggunakan kebijakan protokoler, membuat janji dan sebagainya, jika kita bisa berinteraksi lewat milis, blog, telpon dll.

Mahasiswa sebagai peserta didik, wajib mengikuti pendidikan! Apa jaman sekarang pendidikan tidak bisa dilakukan on line? e-learning bisakah diterapkan dengan paradigma presensi 80% yang sarat tuntutan ruang dan waktu?.

Akhirnya saya lulus, walaupun tidak ada perubahan pada kebijakan tersebut. Saya menyadari, ini masalah sistem dan manajemen, bukan sekedar kesadaran jaman yang kurang. Memang sulit dan mahal melepaskan sistem lama untuk berganti pada hal baru. Universitas institusi besar yang tidak mungkin berubah dalam sedetik. Tapi apa yang tidak mungkin dari sedetik pada jaman sekarang?. (hehe sedetik ini, saya bisa berbicara dengan Obama, untuk menceritakan ide perdamaian dunia, kenapa yang lain masih berhitung?)

Related Posts by Categories



4 komentar:

  1. Morning absent dl.., pagii.., spydeeyk hadir.., he2.., baca dl ahh.. (blom baca.., komen dl.., qeqeqe..) :D

    BalasHapus
  2. absen, sebuah prosedur birokrasi yang sejatinya sangat tidak reformatif, hehehe .... banyak orang terjebak pada pemikiran pragmatis, yang penting tanda tangan, habis itu ndak jelas apa yang mesti dikerjakan. ini tak hanya terjadi di kalangan mahasiswa di kampus, tapi juga di berbagai lini birokrasi. orang bisa demikian mudah diukur kinerjanya hanya lewat absen, hiks. kalau bener kerjanya masih bisa dimaklumi. kalau hanya tanda tangan, lantas main sekak. wakakaka .... tak berbeda jauh dg negeri kelelawar.

    BalasHapus
  3. Ane termasuk pihak yang sering absen.
    Ngabur entah kemana, bahkan saat lebaran tiba.

    BalasHapus
  4. Kalo pas ngajar, saya pasti bilang kalo saya gak ngurusin absensi mahasiswa. Jadi silahkan aja gak masuk. Absensi diurus ama administrasi, jadi kalo gak boleh ikut ujian gara2 absensi kurang ya silahkan berhubungan dengan administrasi. :D

    BalasHapus